Begawan Penulis

Begawan Penulis
oleh Johan Wahyudi

Hiruk-pikuk dan gegap gempita plagiasi kembali menghentak dunia pendidikan. Di Klaten, Riau, Ponorogo, Bantul, Unpar Bandung, dan terakhir ITB. Ada apa dengan dunia pendidikan kita? Mengapa mereka berubah menjadi sedemikian beringas dengan nafsu jabatan, pangkat, dan gelar? Sudah begitu malaskah mereka untuk menulis?
Menulis itu sangat menyenangkan penulis dan pembacanya. Selain semangat berbagi, menulis itu juga mengembangkan pola piker untuk meng-upgrade keilmuan. Dalam memperbaharui pola piker tersebut, penulis sering dihadapkan pada keterbatasan ide dan pengembangannya. Kemampuan penulis jelas berbeda-beda. Bagi penulis mahir, masalah itu tidak menjadi masalah. Namun, bagi penulis pemula, masalah itu menjadi masalah besar. Lalu, bagaimanakah mengatasinya?
Meminjam istilah asing, ada perbedaan antara definisi autor dan writer. Jika diterjemahkan, autor itu pengarang sedangkan writer itu penulis. Keduanya akan menghasilkan bentuk yang sama, yaitu lambang huruf yang terbaca atau wacana. Namun, keduanya mempunyai perbedaan yang mencolok, yaitu pada proses kreatifnya. Seorang pengarang (autor) merupakan penulis sejati. Ia mengembangkan karangannya dengan mengeksplorasi dan mengeksploitasi potensi diri secara maksimal. Namun, wujud kegiatan itu dibatasi pada kemampuannya menggunakan imajinasi. Pengarang adalah pewujud mimpi. Maka, perhatikanlah pengarang-pengarang cerpen, novel, atau skenario hebat. Mereka selalu diliputi bayangan-bayangan imajinasi sehingga menghasilkan karya-karya terbaiknya.
Ini berbeda dengan penulis (writer). Penulis itu hanya merangkai pikiran sendiri dan orang lain. Ia mengkompilasi pikirannya. Ketika ide telah ditulis, ia menemukan kebuntuan. Maka, penulis yang baik tidak akan memaksakan ide dengan sekadar menulis. Ia akan berhenti untuk mencari rujukan dan referensi melalui membaca buku karya orang lain. Tatkala ditemukan kesesuaian ide, penulis mengutip bagian yang dianggap relevan. Adanya kutipan-kutipan itu adalah bentuk sikap ilmiah seorang penulis. Seorang penulis harus berjiwa besar dan bersikap ksatria. Jika memang bukan karyanya, ia harus mengakui bahwa itu memang bukan karyanya. Wujud sikap itu adalah peletakan sumber kutipan dalam daftar pustaka. Semakin banyak daftar pustaka, itu menandakan sikap kebegawanan seorang penulis sejati. Dan sikap itulah yang seharusnya dimiliki penulis-penulis Indonesia. Semoga kejadian itu tak lagi terjadi. Jangan membuat saya malu.

Kemuliaan Seorang Penulis

Minggu, 11 April 2010

Kemuliaan Seorang Penulis


“Ikatlah ilmu dengan menuliskannya” merupakan nasihat Ali bin Abi Thalib yang sangat popular di kalangan penulis. Sepintas pesan itu tak bermakna begitu luas. Namun, jika pesan itu dikaji lebih dalam, maka akan terkuak suatu keajaiban luar biasa. Ada lima keajaiban menjadi penulis, yaitu pencatat sejarah, pendakwah, pemikir, berkarakter, dan mulia.
Penulis merupakan pencatat sejarah karena ia telah mendokumentasikan semua peristiwa yang didengar, dilihat, dan diketahuinya. Ia telah menorehkan sesuatu untuk diketahui orang lain. Untuk mendapatkan informasi yang akurat, penulis sering berjibaku dengan waktu, dana, kondisi sosial politik, bahkan keamanan dirinya. Penulis tidak hanya menulis sesuatu yang disukai. Ia harus jujur bahwa informasi itu layak untuk diketahui. Karena itu, sejarahlah yang mencatat bahwa seorang penulis adalah sejarawan.
Penulis juga merupakan pendakwah paling bijaksana. Ia menyampaikan ilmu untuk mengubah keadaan buruk menjadi lebih baik tanpa berinteraksi langsung. Ia mengajarkan ilmunya tanpa memaksa pembacanya. Ia menawarkan buah pikirnya untuk menjadi solusi alternatif bagi pembacanya. Sering sekali ditemui sebuah kesulitan yang tidak ditemukan pemecahan secara verbal. Justru kemudahan itu diperoleh ketika ia membaca tulisan orang lain.
Menjadi penulis berarti menjadi pemikir. Ia akan berusaha memikirkan setiap ide dan gagasannya agar dapat diterima pembacanya. Ia selalu mencari pikiran-pikiran baru sehingga tercipta pribadi kreatif, inovatif, dan kritis. Penulis berusaha untuk menawarkan gagasannya agar sebuah situasi menjadi kondusif. Selain itu, sikap kritis itu sering memunculkan penilaian negatif. Situasi demikian sering dialami dan merupakan risiko menjadi seorang penulis.
Seorang penulis adalah pribadi berkarakter kuat dan cerdas. Idealismenya tidak dapat dibeli. Ia akan berusaha untuk mempertahankan karakteristik tulisannya. Mengutip pendapat Mario Teguh, begawan motivator, penulis harus berekspektasi dirinya sebagai penulis, bukan penjual ide. Ia harus menunjukkan diri dengan ciri khusus yang dimilikinya. Kemampuan menjaga karakteristik tulisannya itulah yang sangat sulit.
Karena sedemikian besar jasa seorang penulis, ia berhak untuk mendapatkan kemuliaan. Mengutip sebuah ayat suci yang menyatakan bahwa Tuhan akan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu, di situlah kebenaran akan ditemukan. Seiring dengan semangat berbaginya, seorang penulis diangkat tinggi-tinggi oleh pembacanya. Ia dijadikan rujukan melalui kutipan karya-karyanya. Perhatikanlah sejarawan, perawi hadis, dan ilmuwan. Mereka dikenal dan dikenang sepanjang sejarah.
Pada masa modern, kemuliaan seorang penulis tidak hanya sebatas dikenal dan dikenang. Karya-karyanya akan dihargai tinggi oleh para penerbit. Mereka berhak atas royalti terhadap buku-buku yang tulisnya. Maka, sebenarnya menjadi penulis telah menjadi alternatif masa depan yang menjanjikan. Belum pernah ditemukan adanya seorang penulis yang miskin. Karena janji Tuhan memang tidak pernah diingkari. Ayo menjadi penulis.